Selasa, 09 Februari 2010

Bus Kuning Unpad

Selasa, 09 Februari 2010
Salahsatu kenapa aye merindukan masa kuliah dulu di Unpad, bukan masa-masa ngecengin cewek dari jurusan laen ato perasaan bangga palsu memelototi ‘junior’. Sebagai mahasiswa angkatan 2001 aye sempat merasakan beberapa hal yang (sudah) tidak ada lagi beberapa tahun setelah aye kuliah. Seperti gerbang unpad lama yang kini berganti menjadi pos satpam dan jejeran tembok yang mengingatkan aye pada gerbang kebon binatang Ragunan. Atau lapangan tempat anak-anak sejarah terdahulu bermain bola, di PEDCA. Atau pengalaman sempat mendapat kuliah dari Pak Edi S. Ekadjati dan Pak Benjamin Batubara yang sensasional. Tapi menurut aye pribadi pengalaman yang paling, adalah, bus kuning. Ya! aye merindukan bus kuning.
Aye yang menjadi perantau ekonomis (istilah ini aye pilih karena aye kudu struggle menjalani hidup sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki “ruang ekonomi” yang besar) tidak akrab dengan pedal rem ato starter injak kendaraan pribadi, aye lebih akrab dengan suara makian sopir angkot karena penumpangnya kurang membayar tarif. Aye lebih akrab dengan menyeberang jalan lewat zebra cross atau jembatan penyeberangan, ketimbang menunggu lampu merah menjadi hijau lalu menginjak pedal untuk tancap gas. Kondisi itu juga yang membuat aye begitu menyukai sarana bus kuning yang disediakan Unpad dulu.
Wujudnya besar tapi rapuh dan ringkih, kotak tanpa ada lekuk ekslusif, jalan dengan tertatih, dan jelas tubuhnya berwarna kuning. Oh, ada satu hal yang unik, di samping badannya ada tulisan dengan pilox (istilah pilox salahsatu bentuk salah kaprah orang Indonesia dalam menyebut benda) “Kampus Pembebasan”. Makanya bus kuning punya nama alias, yaitu “Bus Kampus Pembebasan”, tapi aye tidak menyukai nama relusioner-radikal ini. terasa hambar, penuh kepalsuan dan tampaknya bus kuning juga tidak nyaman tubuhnya dikotori dengan coretan. Bus kuning begitu tua saat aye melihatnya bertugas, tapi, aye begitu menghargai dan menghormatinya.
Bus kuning tidak mengeluh saat tubuh rentanya ditumpangi oleh belasan mahasiswa yang gemar sekali mengeluarkan suara keras dan bahasa yang selalu menyinggung hewan. Bus kuning selalu tidak lupa mengantar mahasiswa satu persatu dari satu tempat ke tempat yang lain. Tanjakan dan lekukan jalan tidak membuat dia gusar atau menyerah sembari setelahnya menggerutu. Bus kuning mengeluarkan suara keras tanda ia masih semangat dalam menjalani tugasnya.
Suatu kali, saat aye berada di dalam tubuh bus kuning, seperti biasa ada perasaan nyaman dan menyenangkan yang timbul. Saat bus kuning mengajak aye jalan-jalan mengelilingi unpad, aye merasa seperti sedang memasuki dunia petualangan ala bus kuning. Dari pertama naik di Fakultas Sastra, aye diajak menuju jalan tanjak dan turun yang lumayan curam di depan Fikom, sehingga saat melewatinya seperti sedang menaiki rollercoaster. Setelah adrenalin terpompa di “wahana rollercoaster”, aye diajak menjelajahi hutan rimba di Fakultas Kehutanan, terdengar sayup suara burung-burung bergosip ria dan gerak waspada keluarga rusa. Bus kuning tidak terlalu lama membiarkan aye di dalam hutan, lalu aye disuguhi pemandangan indah dari ladang-ladang yang luas. Tak terasa, setelah semuanya, bus kuning telah mengantar kami ke tempat tujuan akhir. Satu-satunya pamrih yang diinginkan bus kuning kepada kami, hanyalah; kami turun darinya dengan senyuman bahagia.
Hingga, di tahun 2005, aye tidak lagi melihat wujud si bus kuning tua. Tidak ada lagi suara panggilan cempreng saat ia sudah mulai mendekati aye. “Bus kuning sudah dikebumikan” kata teman aye. “Rektor tidak mau mengeluarkan biaya perwatan untuk mereka” lanjut teman aye. Memang setelah beberapa tahun setelahnya, ketika Rektor Unpad telah berganti, mahasiswa diberi mobil biru gratis (angkot gratis unpad) sebagai pengganti bus kuning dulu. Mobil biru lebih muda dari bus kuning, dan juga sama baik. Tapi ada perbedaan antara bus kuning dan mobil biru. Bus kuning lebih tangguh. Ia sanggup menampung belasan mahasiswa. Mobil biru, hanya hitungan jari. Bus kuning lebih banyak menwarkan kegembiraan.
Bus kuning kini tidak lagi bisa menghibur para mahasiswa. Bus kuning telah pergi. Bahkan aye belum sempat berterimakasih.
“Terima kasih bus kuning. Karenamu dulu, kami tidak terlalu merisaukan lagi habis waktu karena berjalan kaki, hingga kami bisa masuk ruang kuliah dengan perasaan tenang.” (red/idu)

4 komentar:

saiaadalahsaia

udah lama gw ga baca tulisan lo lagi du...
mantab dah,,,
terakhir yang merasakan keindahan bus kuning itu angkatan gw...

selamat jalan bus kuning, makasih bwat semua termasuk asap knalpot yang masuk kedalam bus klu kita duduk d belakang....

Unknown

hahahahahaha... nuhun nuhun... tapi isu terbarunya bus kuning mau diadakan lagi... bus yang penuh romantisme...

saiaadalahsaia

isu darimana lagi itu...???
bagus klu emang mau d adakan lagi....

Unknown

memang sudah dianggarkan, dan ada sangkaan bahwa bus kuning diadakan untuk meminimalisir sampe titik akhirnya ngilangin tukang ojek i unpad jatinangor

Posting Komentar

 
◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates. Distributed by Deluxe Templates