Senin, 15 Februari 2010

Perpustakaan Batoe Api

Senin, 15 Februari 2010 0


Alkisah, pernah seorang perempuan berkomentar tentang Perpustakaan Batoe Api, kebetulan (mungkin) dia baru pertama kali datang ke sana. Perempuan itu berkata: “waahh…di sini bukunya ‘jadul’ semua. Nyampe gak yach otak gua? Ah, mending nyewa novel ajah!”. Memang hampir sebagian besar buku-buku di perpustakaan ini adalah buku lama, buku gak lazim, buku langka, buku kiri, buku sejarah, buku filsafat, buku politik, buku seni dan kebudayaan, bukan berisi buku pemrograman kepribadian atau jarang buku-buku best seller. Tapi dijamin buku-buku di perpustakaan ini bermanfaat bagi para mahasiswa, khususnya di Jatinangor, yang selalu dijerat oleh tugas-tugas kuliah.

Sebut saja namanya Bang Anton, pria bertubuh tambun yang sekilas mirip Taufik Savalas ini (hehehe, maap bang!) bisa membantu kawan-kawan mahasiswa dan umum dalam mencari buku-buku yang dibutuhkan, misalkan: buku Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam karya Yusran Asmuni, Pemikiran Politik Indonesia karya Herbert Feith dan Lance Castles, Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer, Soekarno; A Political Biography karya J. D. Legge, Seni Rupa Penyadaran karya Moelyono, Lekra Tak Membakar Buku; Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965 karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, buku Beyond Good and Evil karya William F. Nietzsche atau Mengerti Sejarah karya Louis Gotchalk (baca: lui kocak). Tidak hanya buku, di perpustakaan yang kira-kira hanya seluas 8 x 4 meter ini juga memiliki koleksi kliping koran, majalah, komik, novel, hingga koleksi lagu-lagu lama dan langka, tapi khusus koleksi lagu-lagu lama dan langka ini harus melalui proses pemesanan.


Akhirul hikayat, Perpustakaan Batoe Api mungkin bisa jadi pilihan kawan-kawan yang ingin menambah ilmu pengetahuan atau kenalan, maklum di sini kita bisa belagak pinter dengan ngebolak-balik lembaran buku. Siapa tau ada lawan jenis yang matanya katarak yang kecantol terus jatuh cinta…hahahahaha…karena Perpustakaan Batoe Api juga bisa kita jadikan tempat kongkow/ngeceng (hang out) yang asik.

Warung Sate Solo Madu Mekar

Sebagai surganya jajanan murah dan beraneka bagi mahasiswa, Jatinangor telah sekian lama mengalami defisit sate. Tanpa mempertimbangkan tukang-tukang sate keliling, jumlah warung sate dari Sukawening hingga perbatasan Jatinangor – Cileunyi benar-benar dapat dihitung dengan jari. Akan tetapi, keterbatasan jumlah ini bukan berarti di Jatinangor tidak ada tempat nyate yang enak. Salah satu tempat yang perlu diperhitungkan adalah warung sate Solo Madu Mekar. Warung sate ini, sesuai dengan namanya, menawarkan sate dengan citarasa manis yang merebak khas sate Jawa Tengahan, lengkap dengan dua pilihan saus yang legit, sambal kecap dengan jebakan rawit di mana-mana dan bumbu kacang yang sedikit gurih. Pilihan dagingnya pun beragam, daging kambing, sapi, dan ayam, walaupun daging yang lain-lain tidak ada, seperti daging kalong, monyet, dan wirog. Daging yang disajikan dijamin matangnya pas dan lembut atau empuk-eyub, seperti kata Haryoto Kunto.
Selain sate yang maknyus, warung ini juga menyediakan menu-menu lain yang tak kalah lekkernya, seperti tongseng dan gulai. Untuk mereka yang suka sesuatu yang unik, tersedia menu tongseng kering dan tonglai (tongseng campur gulai). Tongseng kering bisa jadi menu yang harus dicoba. Tongseng kering dimasak lebih lama daripada tongseng biasa, sehingga kuahnya mengering dan bumbunya lebih menyerap ke dalam daging, serta jebakan rawitnya lebih merata gigitannya.
Warung ini cukup luas, bisa menampung lebih dari 30 orang, dan buka dari pukul 4 sore hingga larut malam, sehabisnya daging. Selain makanan, warung ini pun menyediakan minuman yang biasanya diharapkan ada di sebuah warung sate, seperti teh manis dan seduhan jeruk peras, baik panas maupun dingin (asal jangan pesan es jeruk hangat atau es teh manis panas). Jika berminat, minuman baru hasil inovasi kawan kami, Ilyas Agusta (http://www.facebook.com/home.php#!/profile.php?id=100000148053394&ref=ts), yang diberi nama Teh Merica dapat diracik sendiri di warung ini, tetapi tentu saja kami tidak merekomendasikannya karena sejauh ini minuman tersebut baru diuji coba oleh Ilyas seorang saja. (red/sandya maulana)

Selasa, 09 Februari 2010

Bus Kuning Unpad

Selasa, 09 Februari 2010 4
Salahsatu kenapa aye merindukan masa kuliah dulu di Unpad, bukan masa-masa ngecengin cewek dari jurusan laen ato perasaan bangga palsu memelototi ‘junior’. Sebagai mahasiswa angkatan 2001 aye sempat merasakan beberapa hal yang (sudah) tidak ada lagi beberapa tahun setelah aye kuliah. Seperti gerbang unpad lama yang kini berganti menjadi pos satpam dan jejeran tembok yang mengingatkan aye pada gerbang kebon binatang Ragunan. Atau lapangan tempat anak-anak sejarah terdahulu bermain bola, di PEDCA. Atau pengalaman sempat mendapat kuliah dari Pak Edi S. Ekadjati dan Pak Benjamin Batubara yang sensasional. Tapi menurut aye pribadi pengalaman yang paling, adalah, bus kuning. Ya! aye merindukan bus kuning.
Aye yang menjadi perantau ekonomis (istilah ini aye pilih karena aye kudu struggle menjalani hidup sebagai kaum pendatang yang tidak memiliki “ruang ekonomi” yang besar) tidak akrab dengan pedal rem ato starter injak kendaraan pribadi, aye lebih akrab dengan suara makian sopir angkot karena penumpangnya kurang membayar tarif. Aye lebih akrab dengan menyeberang jalan lewat zebra cross atau jembatan penyeberangan, ketimbang menunggu lampu merah menjadi hijau lalu menginjak pedal untuk tancap gas. Kondisi itu juga yang membuat aye begitu menyukai sarana bus kuning yang disediakan Unpad dulu.
Wujudnya besar tapi rapuh dan ringkih, kotak tanpa ada lekuk ekslusif, jalan dengan tertatih, dan jelas tubuhnya berwarna kuning. Oh, ada satu hal yang unik, di samping badannya ada tulisan dengan pilox (istilah pilox salahsatu bentuk salah kaprah orang Indonesia dalam menyebut benda) “Kampus Pembebasan”. Makanya bus kuning punya nama alias, yaitu “Bus Kampus Pembebasan”, tapi aye tidak menyukai nama relusioner-radikal ini. terasa hambar, penuh kepalsuan dan tampaknya bus kuning juga tidak nyaman tubuhnya dikotori dengan coretan. Bus kuning begitu tua saat aye melihatnya bertugas, tapi, aye begitu menghargai dan menghormatinya.
Bus kuning tidak mengeluh saat tubuh rentanya ditumpangi oleh belasan mahasiswa yang gemar sekali mengeluarkan suara keras dan bahasa yang selalu menyinggung hewan. Bus kuning selalu tidak lupa mengantar mahasiswa satu persatu dari satu tempat ke tempat yang lain. Tanjakan dan lekukan jalan tidak membuat dia gusar atau menyerah sembari setelahnya menggerutu. Bus kuning mengeluarkan suara keras tanda ia masih semangat dalam menjalani tugasnya.
Suatu kali, saat aye berada di dalam tubuh bus kuning, seperti biasa ada perasaan nyaman dan menyenangkan yang timbul. Saat bus kuning mengajak aye jalan-jalan mengelilingi unpad, aye merasa seperti sedang memasuki dunia petualangan ala bus kuning. Dari pertama naik di Fakultas Sastra, aye diajak menuju jalan tanjak dan turun yang lumayan curam di depan Fikom, sehingga saat melewatinya seperti sedang menaiki rollercoaster. Setelah adrenalin terpompa di “wahana rollercoaster”, aye diajak menjelajahi hutan rimba di Fakultas Kehutanan, terdengar sayup suara burung-burung bergosip ria dan gerak waspada keluarga rusa. Bus kuning tidak terlalu lama membiarkan aye di dalam hutan, lalu aye disuguhi pemandangan indah dari ladang-ladang yang luas. Tak terasa, setelah semuanya, bus kuning telah mengantar kami ke tempat tujuan akhir. Satu-satunya pamrih yang diinginkan bus kuning kepada kami, hanyalah; kami turun darinya dengan senyuman bahagia.
Hingga, di tahun 2005, aye tidak lagi melihat wujud si bus kuning tua. Tidak ada lagi suara panggilan cempreng saat ia sudah mulai mendekati aye. “Bus kuning sudah dikebumikan” kata teman aye. “Rektor tidak mau mengeluarkan biaya perwatan untuk mereka” lanjut teman aye. Memang setelah beberapa tahun setelahnya, ketika Rektor Unpad telah berganti, mahasiswa diberi mobil biru gratis (angkot gratis unpad) sebagai pengganti bus kuning dulu. Mobil biru lebih muda dari bus kuning, dan juga sama baik. Tapi ada perbedaan antara bus kuning dan mobil biru. Bus kuning lebih tangguh. Ia sanggup menampung belasan mahasiswa. Mobil biru, hanya hitungan jari. Bus kuning lebih banyak menwarkan kegembiraan.
Bus kuning kini tidak lagi bisa menghibur para mahasiswa. Bus kuning telah pergi. Bahkan aye belum sempat berterimakasih.
“Terima kasih bus kuning. Karenamu dulu, kami tidak terlalu merisaukan lagi habis waktu karena berjalan kaki, hingga kami bisa masuk ruang kuliah dengan perasaan tenang.” (red/idu)

Kamis, 04 Februari 2010

Mau Ngambil Uang, Di mana Coy!?

Kamis, 04 Februari 2010 0
Pengen makan tapi gak megang uang cash. Pengen ngudut, di saku celana gak terselip satu lembar pun uang kertas, adanya juga uang receh. Dua ratus perak itu juga. Mana cukup buat beli samsu, paporit aye. Yahh… tapi tenang. Emak barusan merespon permohonan aye minta uang tambahan, buat beli buku (yang sebenarnya buat makan). Udah ditransfer kata Emak. Sekian ratus ribu. Wuihh, aman. Malam ini bisa ke Jatos, ngumpul bareng temen2 di cafetaria lantai atas… sambil nyoba hostspotan dengan koneksi lambatnya.
Tapi, dimana aye kudu ngambil uang kiriman emak tadi, yang sekarang tersimpan aman di dalam kartu kecil berkukuran KTP ini. Mana ATM terdekat coy?!!
Tenang, tenang. Dizaman sekarang yang serba digital dan hi-tech, tidak sulit mencari mesin ATM di Jatinangor. Meski memang tidak bisa dibilang semua ATM dari Bank ada di sini. Setidaknya kalian yang memiliki rekening pada bank BNI, ato Mandiri, ato BRI, ato BCA tidak perlu pusing kudu ke Bandung dulu. Gak perlu menghadapi macet, terjebak hujan ato godaan belanja yang buntut-buntutnya uang kite abis lagi. Abis itu kaga makan lagi. Bingung mau menta lagi. Alaaaaahhhhh….
Jatinangor punya ATM dari empat nama Bank. BNI (Bank Negara Indonesia), BCA (Bank Central Asia), BRI (Bank Rakyat Indonesia) dan Bank Mandiri. Masing-masing memliki spotnya sendiri. Hmm, sekarang aye mau ngasih info tentang ATM BNI dulu yak. Bank-bank lainnya menyusul nanti. Karena presentase pengguna ATM BNI paling banyak diantara pengguna bank yang lain.
Oce…sampai mana tadi… oh, ATM BNI di Jatinangor punya lima spot pilihan yang tersebar di Jatinangor. Spot pertama berada di (eks) gerbang Unpad Cisike. Posisi tepatnya sekitar 50 meter dari pos polisi Ciseke arah kampus Universitas Padjadjaran (tiba-tiba terngiang-ngiang suara Iwa dengan lantunan Hymne Unpad). Di dekat pangkalan Angkutan gratis Unpad. Di spot kios ATM ini, memiliki dua pilihan pecahan (PRRAANNGGG!!) uang yang bisa dipilih. Bagi yang memiliki sifat hemat guna hari esok yang dapat makan daging Steak tepung ala Jatinangor, bisa mengambil uang pecahan 20ribu. Dan, bagi yang tidak mau uangnya dipelihara oleh Bank (karena setiap bulan akan terkena potongan), bisa ambil uang dipecahan 50ribu.
Spot kedua, menempel pada bangunan Bank BNI di Gerbang Unpad utama, di Pangdam (Pangkalan Damri). Di sana juga terdapat dua pilihan pecahan uang. Mungkin kalo buat aye, jarang juga ke sana karena nda ada pecahan uang 20ribunye. Sori bos! Kalo aye dipaksa ngambil uang 50ribu terus, lama2 tabungan setipis badan aye yang kayak kertas A4 ini. Jiiiaaaahhhh,… balik lagi, di sana terdapat pecahan 50ribu dan 100ribu. Aye curiga, dua nominal tersebut disengaja karena faktor geografis. Lho kok? Begini, posisi ATM-nya kan di Pangdam, Pangdam itukan banyak Damri. Damri banyak digemari para mahasiswa yang ingin ke Bandung. Ke Bandung kan (apalagi yang mau belanja) butuh dana. Nah! Dana. Untuk memfasilitasi pengadaan dana. BNI menyediakanlah dua ATM dengan dua pecahan nominal tersebut. Wuiihhh… tapi ini bukan menghakimi yee. Barusan Cuma tesis aje… hehehehe….
Oke di spot ketiga, berada di dekat Supermarket Griya, Caringin. Meski Cuma ada satu pilihan pecahan uang (50ribu) tapi ATM di sana sangat membantu aye yang notebene tinggal di sekitar Caringin. Jadi aye bisa menghemat pembelian rinso. Kok bisa ya… iya dong. Kalo ATMnya jauh kan aye kudu nyalin pakaian yang pantas (gak mungkin aye keluar jauh pake celana kolor buat molor yang kotor…dor dor), nah ritual ke ATM bisa aye lakuin sekitar 2 minggu sekali. Karena biasanya aye pake celana jeans kemana-mana, jadi aye kudu ganti celana sebanyak 2 kali sebulan. Wuiiihhhh…. Buat saya ganti celana jeans plus mencucinya sebanyak dua kali sebulan sudah melampaui batas yang tidak wajar, karena saya biasanya baru ganti celana jeans, kalo sudah mulai keluar bau-bau unik. Asem-asem kecut gimana gitooookhhh…
Ke empat, di Kampus IKOPIN. Cuma satu pecahan di sana. Pecahan 50 ribu aja. Oke-nya dari ATM di IKOPIN adalah kalo semua ATM (Ciseke, Pangdam, Caringin) error semua. Aye biasanya lari dengan semangat menuju ke ATM di IKOPIN. Memang kekurangannya, ruangan ATM di sana sempit banget. Aye sering kaga bisa koprol dua kali di dalamnya.
Terakhir dan terjauh dari wilayah kekuasaan mahasiswa Unpad, adalah ATM di Hotel (???), Cibeusi. Satu pilihan pecahan uang (50ribu). Jarang aye ke sana. Sekali lagi dan yang terkahir…. Jauh… jauh….(red/du)
 
◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates. Distributed by Deluxe Templates